Wednesday, June 25, 2008

What is Cholesterol?

Cholesterol is a soft, fat-like, waxy substance found in the bloodstream and in all your body's cells. It's normal to have cholesterol. Cholesterol is an important part of a healthy body because it's used for producing cell membranes and some hormones, and serves other needed bodily functions. But too much cholesterol in the blood is a major risk for coronary heart disease (which leads to heart attack) and for stroke. Hypercholesterolemia is the medical term for high levels of blood cholesterol.

The Sources of Cholesterol
LDL and HDL Cholesterol: What's Bad and What's Good?
What Can Cholesterol Do?
Common Misconceptions About Cholesterol

Vaptan : Golongan Obat Baru yang dapat menangani banyak kondisi penyakit (18-Jun-2008)

Kalbe.co.id - Para peneliti Belgia melaporkan sebuah kelas/golongan obat baru yang disebut vaptan kemungkinan dapat menangani berbagai kondisi secara luas, termasuk nyeri, pendarahan otak, gangguan psikotik dan glukoma. Laporan dimuat dalam jurnal Lancet edisi 10 Mei 2008.

Vaptan, kependekan dari vasopressin-reseptor antagonist, bekerja dengan sasaran sistem hormon vasopresin, yang berperan penting dalam mengatur volume darah dan air di dalam tubuh. Obat-obat ini, yang nantinya diberikan secara oral atau intravena, menghambat kerja vasopresin.

Dalam laporan itu, Dr. Guy Decaux, dari Erasmus University Hospital di Brussels dan koleganya sedang mengkaji vaptan yang terdiri dari beberapa subkelas, yang telah dikembangkan atau sedang dikembangkan. Diantara obat-obatan baru ini adalah relcovaptan yang menunjukkan hasil awal positif dalam penanganan nyeri, seperti pada penyakit Raynaud, yang mempengaruhi aliran darah pada lengan dan kaki. Juga dalam tokolisis (lahir prematur, mengarah pada kelahiran prematur).

Anggota lain subkelas vaptan termasuk mozavaptan, lixivaptan, satavaptan dan tolvaptan adalah diuretik, yang mengeluarkan air dari tubuh, sambil mempertahankan keseimbangan elektrolit tubuh atau mineral tubuh. menurut para peneliti, diuretik lain tidak mempertahankan keseimbangan elektrolit tubuh.

Beberapa vaptan digunakan untuk penanganan hiponatremia, kondisi yang mebahayakan nyawa karena kekurangan garam. Saat ini, conivaptan adalah satu-satunya vaptan yang disetujui oleh US FDA untuk penanganan hiponatremia.

Beberapa vaptan dalam pengembangan mungkin digunakan untuk penanganan gagal ginjal, nefropati diabetik, suatu penyakit ginjal preogresif yang berkaitan dengan diabetes, sirosis dan depresi.

Studi awal vaptan untuk penanganan glukoma, penyakit Menire (kondisi dalam telinga yang mempengaruhi pendengaran dan keseimbangan), pendarahan ootak dan kanker paru sel kecil, menunjukkan hasil yang menjanjikan, kata tim Decaux. Walaupun hasilnya menjanjikan, salah seorang ahli belum siap menyebut vaptan sebagai obat ajaib.

Dr. gary S. Francis, direktur koroner ICU di klinik Clevelend mengatakan bahwa hal ini kaji ulang menarik tentang munculnya kelas obat-obatan. Tapi, terlalu dini untuk mengetahui apakah mereka terbukti sangat berguna.

Tidak ada kaitan antara MMR dengan autis (24-Jun-2008)

Kalbe.co.id - "Para ilmuwan mengatakan bahwa mereka punya bukti kuat bahwa vaksinasi MMR tidak berkaitan dengan peningkatan autis"

Para peneliti melihat insiden autis Jepang sebelum dan sesudah penarikan vaksin MMR (Measles, Mumps & Rubella) tahun 1993. Majalah New Scientist melaporkan angka autis tetap meningkat setelah vaksin MMR ditarik.

Michael Rutter dari institute of psychiatry, yang bekerja untuk studi ini mengatakan bahwa kaitan antara MMR dan peningkatan umum autis. Namun demikian, para pengkampanye autis mengatakan mereka ingin melihat bukti lebih konklusif dari studi di inggris sebelum yakin bahwa vaksin ini aman.

Kekhawatiran kaitan antara vaksin dan autis meningkat setelah sebuah studi oleh Dr. Andrew Wakefield dipublikasi dalam Lancet tahun 1998 yang mengklaim MMR dapat memicu autis. Namun demikian, tidak ada penelitian yang berhasil membuktikan kaitan ini dan kebanyakan para ahli mempercayai vaksin tersebut aman. Walaupun demikian, angka vaksinasi MMR di Inggris terus menurun. di beberapa daerah hanya berkisar 60% saja.

Studi ini pertama-tama melihat angka autis setelah penarikan vaksin. Jepang menarik MMR setelah mempertimbangkan bahwa strain vaksin mumps yang dikandung dalam vaksin MMR, digantikan dengan vaksin tunggal. MMR mulai menurun perlahan-lahan sebelum penarikannya.

Program di Jepang menargetkan umur 1 tahun. Prosporsi yang menerima vaksin menurun dari 69,8% tahun 1998 menjadi 33,6% tahun 1990 dan hanya 1,8% tahun 1992. para peneliti dari Yokohama Rehabilitation Center dan institute of Psychiatry melihat insiden gangguan spektrum autis diantara 31.426 anak-anak sampai umur 7 tahun yang dilahirkan dari tahun 1988 sampai 1996.

Penelitian yang dipublikasikan di dalam Journal of Child Psychology and Psychiatry menemukan bahwa jumlah kasus terus meningkat setelah program vaksinasi MMR dihentikan. Ada 48 kasus per 10.000 anak yang dilahirkan tahun 1998. angka terus meingkat menjadi 117,2 per 10.000 anak yang dilahirkan tahun 1996. Pola yang sama terlihat dalam insiden bentuk khusus autis pada anak yang berkembang normal dan menjadi autis, yang menurut Dr Andrew Wakefield berkaitan dengan MMR.

Prof. Ruttler menjelaskan bahwa jika benar hubungan sebab akibat antara MMR dan autis, diharapkan angka menurun setelah vaksin ditarik. kenyataannya, angak terus meningkat. temuan ini menjelaskan bahwa tidak ada kaitan antara MMR dan autis. Temuan ini menyuarakan kembali hubungan terbalik antara MMR dan autis. Menurutnya, penelitian tidak berhadapan dengan anggapan adanya kelompok kecil anak-anak yang tidak biasanya rentan oleh auts yang dipicu MMR, tapi tidak ada bukti ini yang terjadi.

Jean Golding, profesor Pedicatric and Perinatal Epidemiology di Departement of Clinical Medicine, University of Bristol melakukan penelitian penyebab autis. Menurutnya, temuan ini sejalan dengan semua peneltian yang telah dilakukan. Menurutnya ini adalah bukti bahwa tidak ada kaitan antara MMR dan autis.

Stuart Notholt dari the national Austitic Society menambahkan bahwa penelitian baru mengenai vaksinasi MMR dan autis menambah bukti. Kebanyakan mendukung hipotesis bahwa TIDAK ADA hubungan antara MMR dan autis.

Stephen Rooney dari the National Deafblind and Rubbela Association mengatakan, sejak MMR diperkenalkan, jumlah kelahiran rubella bawaan dan jumlah keguguran akibat rubella menurun secara dramatis.

Menurut Departemen kesehatan Inggris, penelitian mendukung bahwa MMR masih merupakan pertahanan terbaik terhadap measles, mumps dan rubella.

Kuman super di perut menyebabkan lebih banyak sakit dan kematian (18-Jun-2008)

Kalbe.co.id - Menurut sebuah studi baru, jumlah orang yang masuk rumah sakit akibat kuman super berbahaya di usus telah meningkat lebih dari 10.000 kasus per tahun. Kuman ini kebal terhadap beberapa antibiotik, menjadi ancaman reguler di rumah sakit dan rumah pelayanan. Studi menemukan kuman memainkan peran dalam hampir 300.000 kasus rumah sakit tahun 2005, lebih dari 2 kali dibandingkan tahun 2000. Studi ini dipublikasikan oleh CDC dalam Emerging Infectious Diseases edisi Juni 2008.

Infeksi Clostridium difficile ditemukan dalam usus besar dan dapat menyebabkan diare serta kondisi usus lebih serius yang dikenal dengan nama kolitis. Kuman menyebar melalui spora dalam feses. Bentuk spora ini lebih sulit dibunuh dengan pembersih rumah tangga konvensional atau sabun antibakteri.

C. difficile telah menjadi resisten terahadap antiobiotik tertentu yang bekerja melawan bakteri kolon lainnya. Akibatnya, ketika pasien menggunakan antibiotik itu, bakteri yang berkompetisi dengannya mati, sedangkan C difficile meningkat.

Strain virulen C difficile ini jarang dijumpai sebelum tahun 2000. Dr. L. Clifford McDonald dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) mengatakan bahwa secara alamiah infeksi ini berubah, menjadi semakin parah.

Ada sejumlah faktor yang berperan dalam peningkatan kasus C. difficile ini, termasuk semakin besarnya jumlah pasien yang lebih tua dan lebih parah sakitnya. Juga karena penggunaan antibiotik berlebihan dan keliru, kata dr. Marya Zilberberg, peneliti dan pimpinan penulis studi dari University of Massachusetts.

Studi ini didasarkan pada lebih dari 36 juta sampel yang dikeluarkan tiap tahun oleh rumah sakit non pemerintah. Data itu digunakan untuk mengeneralisir perkiraan nasional. Menggunakan perkiraan ilmuwan lain, studi menyimpulkan bahwa 2,3% kasus tahun 2004 adalah fatal, sekitar 5.500 kematian. Angka itu hampir 2 kali lipat kasus terkait C. difficile yang berakhir kematian tahun 2000.

Kebanyakan orang yang meninggal mempunyai masalah kesehatan lain. Studi tidak mencoba membedakan apakah C. difficile merupakan penyebab utama kematian dalam setiap kasus, kata Zilberberg. Namun, penelitian sebelumnya menyimpulkan infeksi merupakan yang menjadi sorotan penyebab kematian setiap tahun dan masalahnya semakin memburuk.

Menjauh dari Osteoporosis (14-May-2008)

Kalbe.co.id - Menurut sebuah studi dalam the Journal of Bone and Joint Surgery (JBJS) edisi Februari 2008, walaupun osteoporosis diperkirakan berkontribusi pada 1,5 juta patah tulang setiap tahunnya, hubungannya tidak seperti yang kira kira.

Osteoporosis dalah penyakit degeratif tulang yang diderita oleh 28 juta orang Amerika, sering berkembang tanpa ketahuan selama beberapa tahun tanpa gejala atau ketidaknyamanan sampai terjadi patah tulang. Namun demikian, studi menemukan bahwa tulang dan faktor risiko berkaitan dengan jatuh juga indikator komplementer penting dari risiko patah tulang. Mereka yang mengalami patah tulang lenjutan setelah umur 55 atau memiliki riwayat patah tulang dan atau berat kurang dari 60 kg dimasukkan ke dalam faktor risiko utama berkaitan dengan tulang. Faktor-faktor risiko berkaitan dengan jatuh meningkat berdasarkan faktor-faktor berikut :

Gangguan penglihatan
Masalah sendi
Kurangnya aktivitas harian sebelum patah
Lebih dari 1 kali jatuh di tahun sebelumnya
Inkontinensia urin
Penggunaan obat-obat psikoaktif

American Academy of Orthopedic Surgeons (AAOS) mengidentifikasi faktor-faktor risiko serupa dalam pedoman mereka. Kedua pedoman ini berbeda dari yang diikuti saat ini di Belanda, dimana studi ini dilakukan dan merlawanan dengan standar dari uji yang dilakukan. Nyatanya, studi menemukan pedoman Belanda dan pedoman lain tidak seluruhnya memperhatikan tulang dan faktor-faktor risiko berkaitan dengan jatuh (WHO sudah memasukkan hal ini) yang tidak cukup untuk pencegahan patah tulang pertama kalinya.

Para peneliti mengkaji ulang kasus-kasus lebih dari 500 pasien di atas 50 tahun yang menderita patah tulang. Apa yang mereka temukan adalah sedikit pasien (35%) mengalami osteoporosis, sedangkan 53% mempunyai paling sedikit 1 faktor risiko berkaitan tulang dan 75% mempunyai paling sedikit 1 faktor risiko berkaitan dengan jatuh. Kebanyakan terkena kombinasi faktor-faktor risiko, tidak tergantung umur, gender dan lokasi patah tulang. Hasil ini menekankan pentingnya pengujian faktor risiko lain dalam penanganan pasien-pasien patah tulang. Dr. Svenhjalmar Van Helden, salah satu penulis studi ini menyimpulkan bahwa mancari hanya pada saat osteoporosis tidaklah cukup. Dia adalah dokter bedah di Departement of general Surgery and Trauma Surgery di University Hospital Maastricht Belanda.

Pasien di atas 50 tahun yang patah tulang sebelumnya harus bekerja sama dengan dokternya untuk mencegah patah tulang di masa mendatang. Pasien dan dokter perlu menentukan risiko patah tulang masa depan dan secara aktif berpartisipasi menurunkan risiko tersebut. Program pengujian risiko dengan pemindai kerapatan tulang dan diagnosis faktor-faktor risiko terkait tulang dan jatuh harus dilakukan.

Van Helden menambahkan bahwa para ahli bedah ortopedi harus melihat selain patah tulang. Setiap pasien patah tulang di atas 50 tahun akan mendapat manfaat dari pengujian tentang risiko patah tulang absolutnya.

Pedoman Eropa untuk diagnosis dan manajemen osteoporosis (05-May-2008)

Kalbe.co.id - International Osteoporosis Foundation (IOF) menyambut paper yang baru-baru ini dipublikasikan oleh European Society for Clinical andEconomic Aspects of Osteoporosis and Osteoarthritis (ESCEO) mengenai pedoman Eropa untuk diagnosis dan manajemen osteoporosis.

Paper ini berisi roadmap bagi negara-negara Eropa untuk mengimplementasikan alat baru FRAX™ berdasarkan laporan teknik WHO, Pengujian Osteoporosis pada tingkat pelayanan kesehatan primer. Pedoman Eropa yang dipublikasi dalam Osteoporosis International Februari 2008 merupakan tinjau ulang kritis mengenai metode diagnosis, penanganan dan pilihan pemantauannya. Juga ditampilkan strategi-strategi temuan kasus untuk mendukung data ekonomi kesehatan.

IOF melihat pedoman ESCEO sebagai gerakan positif melalui penggunaan algoritma FRAX™ dalam praktek sehari-hari. Laporan WHO dan alat FRAX™, dirilis pada 21 Februari 2008, membantu praktisi kesehatan untuk memahami lebih baik paradigma baru untuk diagnosis dan manajemen orang-orang yang berisiko mengalami patah tulang.

Dengan alat FRAX™, orang dapat mengetahui hitungan risiko patah tulang 10 tahun ke depan, berdasarkan geogrfi asal dan faktor-faktor risiko individu. Tahap berikutnya, paper ESCEO berkontribusi dengan pedoman tentang bagaimana mengelola dan memonitor kondisi mereka dengan cara paling rasional dan cost-effective.

Profesor Yean-Yves Reginster, Presiden ESCEO menyatakan bahwa pedoman Eropa ESCEO konvergen dengan laporan WHO tentang bagaimana pengujian dan penanganan wanita pasca menopause yang mengalami osteoporosis atau berisiko osteroporosis. Analisis cost-effectiveness yang mengilustrasikan skenario berdasarkan setting di Inggris menghasilkan titik awal bagi pembuat kebijakan dan penyedia jasa pelayanan kesehatan untuk mengembangkan pedoman nasional mengenai diagnosis dan jangkauan intervensi.

Pedoman ESCEO sangat berbeda melintasi Eropa, osteoporosis adalah masalah kesehatan umum utama dengan dampak medis dan ekonomik serius. Tahun 2000, di seluruh region diperkirakan terdapat 620.000 patah tulang panggul baru, 574.000 patah tulang tangan, 250.000 patah tulang bahu dan 620.000 patah tulang belakang pada pria dan wanita berumur 50 tahun atau lebih. Ini menyumbang 34,8% seluruh patah tulang di seluruh dunia. Ada lebih dari 2,7 juta patah tulang osteoporosis pada pria dan wanita di Eropa dengan biaya langsung sebesar 36 miliar euro. Diperkirakan pada tahun 2050, biaya langsung berkaitan dengan patah tulang akan meningkat menjadi 76,7 milyar euro.

Methotrexate dapat meningkatkan risiko beberapa jenis kanker (25-Jun-2008)

Kalbe.co.id - Sekarang ini telah dilaporkan adanya hubungan antara penggunaan Methotrexate (MTX) untuk penanganan arthritis reumatoid (RA) dengan beberapa jenis kanker. Dari hasil population-based and hospital-based RA cohort studies yang dilakukan di Melbourne, Australia dilaporkan adanya peningkatan insiden limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin, leukemia, mieloma, dan kanker paru-paru, serta penurunan insiden kanker kolorektal pada individu yang menderita RA dibandingkan dengan populasi umum.

Tujuan dari Population-based and hospital-based RA cohort studies ini adalah untuk menentukan risiko kanker pada seluruh pasien RA yang mulai mengkonsumsi MTX sebelum Juni 1986 dan melakukan kunjungan ke dokter reumatologi (n=459) dibandingkan dengan populasi umum dan dibandingkan dengan hasil studi insidens keganasan pada populasi pasien RA yang menggunakan MTX di negara lain. Mayoritas peserta penelitian ini tidak mempunyai riwayat penggunaan imunosupresan sebelumnya dan 61% dari seluruh peserta mempunyai faktor rematoid (RF) yang positif. Data demografik mengenai pasien-pasien ini dicocokkan dengan the State Cancer Registry untuk mengidentifikasi seluruh bentuk keganasan (kecuali kanker kulit non-melanositik) dari tahun 1983-1998 dan dicocokkan dengan the National Death Index untuk mengidentifikasi seluruh kematian yang terjadi hingga akhir tahun 1999. Para peneliti kemudian membandingkan insiden kanker diantara peserta studi dengan kelompok kontrol yang sehat di Victoria, Australia.

Follow-up dilakukan semenjak pasien menggunakan MTX pertama kali dan berakhir hingga pasien meninggal atau hingga kunjungan terakhir pasien ke dokter reumatologi. State population cancer rates diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, usia, dan penanggalan yang digunakan untuk mengkalkulasi standardized incidence ratios (SIRs). Cox regression analysis juga dilakukan terhadap pasien dengan RF positif dan terhadap setiap penggunaan 2 agen imunosupresif yaitu azathioprine dan cyclophosphamide.

Terdapat 87 keganasan yang berhasil diidentifikasi, termasuk diantaranya 14 berhasil diidentifikasi sebelum periode follow-up, 64 selama periode follow-up, dan 9 setelah periode follow-up. Dibandingkan dengan populasi umum, pasien RA yang diobati dengan MTX mempunyai sekitar 50% peningkatan risiko beberapa jenis kanker (SIR, 1.5; 95% confidence interval [CI], 1.2 - 1.9). Pada pasien-pasien ini, terdapat peningkatan prevalensi melanoma sebanyak 3 kali lipat (SIR, 3.0; 95% CI, 1.2 - 6.2), peningkatan prevalensi limfoma non-Hodgkin sebanyak 5 kali lipat (SIR, 5.1; 95% CI, 2.2 - 10.0), dan peningkatan prevalensi kanker paru-paru sebanyak hampir 3 kali lipat (SIR, 2.9, 95% CI, 1.6 - 4.8). Peningkatan risiko limfoma non-Hodgkin dan kanker paru-paru pada penelitian ini sesuai dengan hasil studi di Eropa dan Amerika Serikat (AS), namun peningkatan risiko melanoma tidak ditemukan pada hasil studi yang sama di Eropa dan AS. Pada penelitian ini juga dilaporkan adanya peningkatan risiko kanker sebesar 2,5 kali lipat pada pasien RA yang menggunakan MTX dan cyclophosphamide, namun sebaliknya tidak ada peningkatan risiko kanker pada pasien RA yang menggunakan MTX dan azathioprine.

Keterbatasan studi ini adalah kurangnya generalizability terhadap bagian dunia lain dengan risiko melanoma yang lebih rendah dibandingkan dengan Australia; studi ini tidak berdasarkan populasi, sehingga mempunyai potensi terjadinya selection bias; kanker yang diidentifikasi setelah cancer registry selesai (akhir tahun 1998) tidak termasuk dalam perkiraan risiko kanker; dan kurangnya kelompok kontrol pasien RA yang tidak menggunakan MTX.

Peningkatan risiko melanoma belum pernah dilaporkan sebelumnya namun sudah termasuk dalam self-reported prevalence melanoma pada population-based cohort pasien RA yang menggunakan MTX yang terdapat dalam Australian Rheumatology Association Database (ARAD). Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah peningkatan risiko melanoma hanya terjadi di Australia dan apa peranan MTX, imunosupresi per se, dan/atau faktor lingkungan seperti paparan terhadap sinar UV dalam perkembangan melanoma.

Sel punca dewasa membantu mereka yang mengalami gangguan imun dan penyakit jantung (06-Mar-2008)

Kalbe.co.id - Sebuah analisis baru menunjukkan bahwa penanganan menggunakan sel punca berasal dari darah atau sumsum tulang bermanfaat bagi beberapa pasien dengan gangguan kardiovaskular dan penyakit otoimun tertentu. Studi ini dipublikasikan di dalam Journal of the American Medical Association, edisi 27 Februari 2008.

Ada dua tipe sel punca : sel punca embrionik yang diperoleh dari embrio 4-5 hari setelah fertilisasi dan sel punca dewasa yang ditempatkan di jaringan ke seluruh tubuh dan menghasilkan sumber pengganti sel tua atau rusak.

Ketika terapi sel punca menunjukkan harapan besar, penerapan klinis ketinggalan akibat masalah kode etik (terhadap sel punca embrionik) atau kesulitan mengumpulkan atau meningkatkan jumlah secara efisien dan aman. Sebaliknya, indikasi klinik sel punca dari darah (perifer atau ari-ari) dan sel punca dari sumsum tulang, yang aman dan mudah diperoleh, sangat meningkat cepat.

Dr. Richard K. Burt dari Northwestern University Feinburg School of Medicine dan koleganya menguji ratusan studi sel punca dari darah atau sumsum tulang yang dilakukan antara Januari 1997 dan Desember 2007, 323 diuji kelayakan dan toksisitasnya dan 69 melihat hasil pada pasien.

Kaji ulang menemukan bahwa 26 studi melibatkan total 854 pasien dengan penyakit otoimun, ada angka kematian terkait penanganan kurang dari 1 % (2 dari 220 pasien) untuk nonmyeloablative dan 13 % (13 dari 100 pasien) untuk regimen myeloablative intensif (termasuk iradiasi seluruh tubuh atau dosis tinggi busulfan, obat yang digunakan untuk menangani beberapa bentuk leukimia kronik).

Penulis mencatat bahwa karena seluruh trial dilakukan selama tahap inflamasi pada penyakit otoimun, sehingga transplatasi sel punca hematopoietik (pembentukkan darah dan sel-sel darah) dapat mempunyai efek poten penyebaran penyakit, durasi remisi masih tidak jelas dan tidak ada trial acak yang pernah dipublikasi.

Dalam 17 studi dari 1.002 pasien serangan jantung 16 studi dari 493 pasien penyakit arteri koroner kronik dan 3 meta analisis, ada bukti yang menjelaskan bahwa transplantasi sel punca dewasa dapat membantu perbaikan menengah dalam fungsi jantung bagi penderita penyakit arteri koroner.

Trial klinik lebih banyak diperlukan untuk menentukan tipe sel punca yang paling sesuai, dosis, metode, waktu pemberian dan juga efek samping, untuk menangani penyakit kardiovaskular dan otoimun serta penyakit lainnya.

Sel-sel punca berasal dari plasenta (20-Jun-2008)

Kalbe.co.id -
"Temuan ini membantu para ilmuwan membuat kembali lingkungan mikro ini untuk penanganan penyakit"

Sel-sel punca darah yang selanjutnya berubah menjadi semua tipe sel-sel darah , berasal dan dipelihara di dalam plasenta. Temuan ini dapat membantu ilmuwan mereplikasi lingkungan mikro embrionik khusus yang diperlukan untuk menumbuhkan sel-sel punca darah di dalam laboratorium sehingga dokter dapat menangani pasien leukimia dan anemia aplastik, kata Dr. Hanna Mikkola, peneliti di the Eli and Edythe Board Center of Regenerative Medicine and Stem Cell Research di University of California (UCLA). Menurut Mikkola, ini merupakan misteri besar tentang darimana sel-sel ini berasal. Ini merupakan pertama kalinya kita dapat benar-benar mengatakan bahwa sel-sel puca darah dihasilkan di dalam plasenta.

Temuan ini dilaporkan dalam Cell Stem Cell edisi Maret 2008 yang diperoleh dari penelitian pada tikus. Ilmuwan saat ini bekerja untuk mereplikasi di dalam tubuh manusia.

Mikkola yang juga seorang asisten profesor molekular, sel & biologi perkembangan dan peneliti di UCLA Johnsson Comprehensive Cancer Center mengatakan bahwa jika kita mau memanen potensi sel punca embrionik untuk penanganan penyakit, hal penting buat kita adalah mempelajari bagaimana membuat sel punca untuk jaringan khusus. Kita dapat belajar dengan mengamati apa yang terjadi selama perkembangan embrionik.

Pada penelitian sebelumnya, Mikkola dan koleganya menemukan bahwa plasenta mengandung pasokan jumlah besar sel-sel punca, tapi para peneliti tidak yakin jika sel-sel punca ini dihasilkan di dalam plasenta atau berasal dari tempat lain dan bermigrasi ke dalam plasenta untuk memperbaharui diri.

Di dalam studi ini, tim Mikkola menguji model tikus unik, embrio tikus tanpa denyut jantung. Karena tidak ada sirkulasi darah, para peneliti dapat menemukan sel punca darah pada tempat asalnya di dalam plasenta. Dengan model ini mereka mengidentifikasi bahwa plasenta mempunyai kemapuan diferensiasi penuh untuk menghasilkan semua jenis sel-sel darah. Plasenta bertindak sebagai 'taman bermain' singkat bagi sel-sel punca yang dibuat baru, yang memberi mereka edukasi pertama yang diperlukan, jelas Mikkola.