Kalbe.co.id - Menurut sebuah studi dalam the Journal of Bone and Joint Surgery (JBJS) edisi Februari 2008, walaupun osteoporosis diperkirakan berkontribusi pada 1,5 juta patah tulang setiap tahunnya, hubungannya tidak seperti yang kira kira.
Osteoporosis dalah penyakit degeratif tulang yang diderita oleh 28 juta orang Amerika, sering berkembang tanpa ketahuan selama beberapa tahun tanpa gejala atau ketidaknyamanan sampai terjadi patah tulang. Namun demikian, studi menemukan bahwa tulang dan faktor risiko berkaitan dengan jatuh juga indikator komplementer penting dari risiko patah tulang. Mereka yang mengalami patah tulang lenjutan setelah umur 55 atau memiliki riwayat patah tulang dan atau berat kurang dari 60 kg dimasukkan ke dalam faktor risiko utama berkaitan dengan tulang. Faktor-faktor risiko berkaitan dengan jatuh meningkat berdasarkan faktor-faktor berikut :
Gangguan penglihatan
Masalah sendi
Kurangnya aktivitas harian sebelum patah
Lebih dari 1 kali jatuh di tahun sebelumnya
Inkontinensia urin
Penggunaan obat-obat psikoaktif
American Academy of Orthopedic Surgeons (AAOS) mengidentifikasi faktor-faktor risiko serupa dalam pedoman mereka. Kedua pedoman ini berbeda dari yang diikuti saat ini di Belanda, dimana studi ini dilakukan dan merlawanan dengan standar dari uji yang dilakukan. Nyatanya, studi menemukan pedoman Belanda dan pedoman lain tidak seluruhnya memperhatikan tulang dan faktor-faktor risiko berkaitan dengan jatuh (WHO sudah memasukkan hal ini) yang tidak cukup untuk pencegahan patah tulang pertama kalinya.
Para peneliti mengkaji ulang kasus-kasus lebih dari 500 pasien di atas 50 tahun yang menderita patah tulang. Apa yang mereka temukan adalah sedikit pasien (35%) mengalami osteoporosis, sedangkan 53% mempunyai paling sedikit 1 faktor risiko berkaitan tulang dan 75% mempunyai paling sedikit 1 faktor risiko berkaitan dengan jatuh. Kebanyakan terkena kombinasi faktor-faktor risiko, tidak tergantung umur, gender dan lokasi patah tulang. Hasil ini menekankan pentingnya pengujian faktor risiko lain dalam penanganan pasien-pasien patah tulang. Dr. Svenhjalmar Van Helden, salah satu penulis studi ini menyimpulkan bahwa mancari hanya pada saat osteoporosis tidaklah cukup. Dia adalah dokter bedah di Departement of general Surgery and Trauma Surgery di University Hospital Maastricht Belanda.
Pasien di atas 50 tahun yang patah tulang sebelumnya harus bekerja sama dengan dokternya untuk mencegah patah tulang di masa mendatang. Pasien dan dokter perlu menentukan risiko patah tulang masa depan dan secara aktif berpartisipasi menurunkan risiko tersebut. Program pengujian risiko dengan pemindai kerapatan tulang dan diagnosis faktor-faktor risiko terkait tulang dan jatuh harus dilakukan.
Van Helden menambahkan bahwa para ahli bedah ortopedi harus melihat selain patah tulang. Setiap pasien patah tulang di atas 50 tahun akan mendapat manfaat dari pengujian tentang risiko patah tulang absolutnya.
Wednesday, June 25, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment